#DejanOut

1464579481691

Tentang Dejan, kenapa ada #DejanOut ?

  1. Bagus tidak berarti taktis. Walaupun materi pemain nggak beda jauh, tapi kalau dilihat sebagai sesuatu yang taktis, justru pemain-pemain Persib sekarang dengan Persib pas juara ISL beda jauh. Di kanan misalnya, walaupun di musim terakhir ISL Samsul Arif dan Dias Angga termasuk sayap-sayap jago, tetep nggak bisa nutupin perannya Mang Ridwan sama Mang Pardi yang luar biasa nyambung di situ. Begitu juga dengan tengah, Kim sebenarnya nggak jelek-jelek amat, tapi gaya mainnya sama dengan Mas Har, kecuali butuh main bertahan, pasang keduanya itu asa percuma; nggak ada yang bisa mainin bola ke depan kayak Firman atau Dado. Depan juga, Pugliara bukan tipe Konate. Jujur saya suka Pugliara pas di Persipura, secara teknis dia bagus, tapi gaya mainnya beda sama Konate yang lebih physical.
  2. Dejan plays the Dejan way. Wajar. Semua pelatih juga inginnya main dengan gayanya sendiri. Kalau Mourinho tiba-tiba main Tiki-Taka kan nggak lucu. Nah, Dejan juga ingin main gaya Dejan. Sebenarnya cara main Dejan di PBR ga jelek-jelek amat. Toh mereka masuk ke semi-final kan di ISL terakhir, kalah sama Persib. Tapi gaya main Dejan yang cenderung monoton (serang dari Dias Angga, kalau gagal serang dari sayap kiri depan <Atep/Tantan> sembari udar ider di tengah <putus terus karena ngga ada pengumpan jauh>) tentunya sulit dibandingkan dengan gaya main Persib yang bisa menyerang dari kiri, kanan, maupun tengah. Wajar kalau bobotoh gemes liatnya. Ditambah materi pemain yang berbeda, tentunya sulit untuk tim Persib sekarang untuk main the Dejan’s Way. Selain di dalam lapangan, pun begitu di luar lapangan. Ini bukan menyerang secara personal, tapi bagaimana cara Dejan menangani pers dan bobotoh, berbeda dengan cara Djajang Nurjaman menangani pers dan bobotoh. Djanur selalu kalem, berbicara tanpa emosi, berbeda dengan Dejan yang berapi-api, dan tak segan menyerang balik wartawan yang menyerangnya. Salah satu yang fatal dan sering dikritik oleh para bobotoh adalah ketika ia ditanya mengapa tidak mengganti Kim yang dianggap bermain jelek, Dejan menjawab (yang kurang lebih isinya) “Coba lihat statistik Kim kalau kamu berpikir Kim main jelek (di pertandingan itu)”. Statistik memang penting, apa yang tertulis di kertas memang bersifat absolut, tapi itu tidak begitu saja menjadi indikator bahwa seorang pemain bermain dengan baik. Bisa saja dia melakukan 100 operan dalam 1 pertandingan, tapi semua dioper ke belakang. Kan gimana gitu ya ?
  3. Pemain asing yang asing. Musim lalu, di QNB League, Bobotoh serasa ketiban durian runtuh. Pemain asing yang bagus dipertahankan (Konate dan Vujovic) yang butut dibuang (Djibril) plus didatangkan lagi predator yang sudah tidak asing di Liga Indonesia: Ilija Spasojevic. Saya sendiri bahagia sekali waktu Spaso datang. Sudah kenal dengan kiprahnya di Indonesia, dan yakin langsung nyetel dengan Persib. Benar saja, baru beberapa kali main, Spaso sudah menyumbangkan gol dan assist. Nah, pada musim selanjutnya ini, setelah Konate dan Spaso hengkang, bobotoh diperkenalkan dengan pemain asing yang asing di persepakbolaan Indonesia: Juan Carlos Belencoso. Mungkin hanya segelintir orang Indonesia yang tahu nama ini; agen sepak bola, TKI di Hongkong, dan hipster sepak bola yang mengikuti Liga Hongkong atau Segunda Liga Spanyol sejak lama. Raihan golnya di Kitchee memang terlihat oke, 30 gol dari 39 kali main, setidaknya itu kata laman wikipedia Belencoso. Tapi, raihan gol tidak bisa begitu saja jadi pakem untuk mendatangkan seorang striker, karena harus lihat juga gaya bermainnya, karena bisa saja dari 30 gol itu, 10 dari 30-nya dicetak hanya dalam 3 pertandingan lawan tim lemah misalnya, berarti 20 gol lagi dari 36 pertandingan, jadi less impressive kan ? Saya sendiri sampai sekarang belum tahu bagaimana gaya bermain Belencoso, karena beliau seringkali hanya berada di second line, kehilangan bola yang dioper pada temannya, lalu bingung. Pemain asing, bagi penikmat liga Indonesia adalah sesuatu yang paling ditunggu, karena mereka sangat istimewa, kuotanya hanya 5 (2 untuk pemain Asia, 3 untuk lain-lain), harga mereka mahal, dan tentunya kontribusi mereka sangat dinanti. Persib sendiri sudah biasa menjadi korban PHP pemain asing (Dolega, Orlinski, Shahril Ishak, Dzumafo, ah banyak lah), tapi sejak kedatangan Konate, Vujovic, dan Spaso, rasa-rasanya ekspektasi bobotoh terhadap pemain asing yang dikontrak Persib menjadi sangat tinggi, wajar kalau bobotoh kecewa.
  4. #WeAreStillNumberOne. Bagi saya, ini yang menjadi penyakit utama Persib. Masih merasa nomor satu. Wajar. Kalau ditanya, siapa jawara terakhir Liga Indonesia (yang berjalan sampai habis) ? Ya jelas Persib lah. Nggak usah ditanya. Euforia itu belum selesai. Euforia mematikan jalanan Bandung yang luar biasa orgasmik (saya ikut larut juga), belum hilang sampai sekarang. Inilah yang membuat Bobotoh menuntut lebih dari Persib. Sekali lagi saya katakan, wajar. Bobotoh pasti ingin larut kembali dalam euforia juara yang gila itu. Saya pun demikian. Maka dari itu, ketika Persib memble seperti sekarang, wajarlah kalau sampai muncul #DejanOut.

Bagi saya, wajar kalau bobotoh ingin #DejanOut. Saya juga begitu, inginnya #DejanOut (lalu Djajang kembali, beserta beberapa pemain penting yang sudah hengkang, lalu Persib jadi jago lagi). Tapi ya saya sendiri cukup sampai sini. Tidak sampai mendemo atau apalah. Cukup dengan tulisan ini saja, karena saya tahu, kalau #Dejan(sudah)Out pun, tidak banyak yang bisa diperbuat oleh Persib, karena Djajang Nurjaman masih di Italia, sayang rasanya kalau dia disuruh pulang, dan mengontrak pelatih baru pun menambah resiko karena dapat memperburuk tim. Ditambah transfer window yang masih sangat jauh.

Leave a comment