Baru saja aku bertanya pada Sang Waktu
Hey bung, sebenarnya apa maumu ?
Ia menjawab dengan ringan
Tidak ada. Lagipula, aku ada karena kalian
Aku bingung, lalu aku kembali bertanya
Bukankah karenamu aku bimbang ?
Karenaku ? Haha, lucu kau manusia
Hanya mereka yang yang tak mengerti yang terkekang
Aku ini sebenarnya tak ada, tak nyata
Tak seperti kalian, berwujud, ter-raba
Aku tak tersentuh, tak terlihat, tak berasa
Aku ada karena kalian pikir aku ada
Tidak, kau bohong, tiap hari aku menunggu mati
Aku menunggu karena ada engkau, waktu
Kau bohong, karena tiap hari aku berlari
Aku berlari karena kau kejar, waktu
Hey manusia, kau ini sulit belajar
Aku ada tapi sebenarnya tak hidup
Aku ini sebenarnya diam tak berujar
Kau yang membuat aku hidup
Hah ? Kau gila ya, waktu ?
Tiap detik kau bertambah satu
Tiap jam kau bertambah satu
Tiap hari kau bertambah satu
Tiap bulan kau bertambah satu
Tiap tahun kau bertambah satu
Engkau berusia, engkau ada, waktu
Hahahahhahahaha siapa berujar begitu ?
Itu semua karanganmu saja, hanya imaji
Kau melihatku ada karena kau melihat matahari
Ketika ia muncul, maka kau hitung sebagai satu aku
Ada juga kau yang melihat bulan
Ketika ia muncul, maka kau hitung sebagai satu aku
Itu semua kau sebut dengan tanggalan
Begitulah kau melihat aku
Aku hanya terdiam saja melihat Waktu berkata
Aku termenung, selama ini apa yang mengekangku ?
Aku bertanya lagi, Waktu, kalau bukan kau, lalu apa ?
Apa arti dari angka-angka yang berjejer di tembok itu ?
Angka yang berjejer di tembok itu hanya coretan
Coretan yang kau buat untuk mengenangku
Coretan yang kau buat, sekedar untuk ukuran
Ukuran untuk dirimu sendiri, bukan untuk aku
Aku tak terhitung, kau yang terhitung dan menghitung
Aku ada, hanya ada, kau yang mengada-ngada
Karena mengada-ada, seringkali kau berakhir buntung
Aku lebih dari sekedar hitungan yang ada
Kalau begitu, apa arti dari siang dan malam ?
Apa arti dari hari, bulan, tahun ?
Ah waktu, kau membuat pikiranku kelam
Yang seperti ini akan membuatku berpikir menahun
Hahaha, begitulah aku, sesuatu yang ada tapi tak tersentuh
Itu sikap golonganmu bukan ? Selalu mempertanyakan apa yang tak terlihat
Memaksakan diri agar dapat menyentuh
Kau tidak akan diam sampai engkau bisa melihat
Banyak darimu yang kesal denganku
Mereka berimaji bahwa mereka bisa membengkokkanku
Imaji hanyalah imaji, tak akan sampai kau ke situ
Itu hanyalah tanda dari ketidakberdayaanmu di hadapan aku
Aku kehabisan kata-kata, lalu berpikir, walau tak sampai
Aku bertanya lagi, seagung itukah engkau waktu ?
Penciptamu saja bersumpah demi aku
Sesamamu menghargai aku dengan emas
Apa tidak terpikir olehmu betapa agungnya aku ?
Cobalah kau pikir lebih keras
Aku menyerah waktu
Tolong jawab aku;
Jika begitu, apa yang selama ini aku tahu ?
Kalau ternyata itu bukan engkau waktu ?
Aku hanyalah waktu, bukan Penciptamu
Aku tidak memiliki segala jawaban
Tapi sebenarnya kau tahu itu jawaban
Satu pesanku, jangan paksakan kuasamu padaku
Setelah itu aku terbangun, ternyata aku bermimpi
Mimpi yang aneh, sembari melihat ke layar handphone ku,
Ternyata tertulis di situ, Satu Januari
Ah, ternyata sudah masuk tahun baru !
Lalu sang waktu pun kembali tertawa
Iseng-iseng coba bikin puisi panjang seperti ini. Ternyata seru juga. Isinya agak sedikit mengarang bebas, tapi yah, coba diresapi lah. Ceritanya mau sok-sokan filosofis tentang bagaimana manusia ‘menghargai’ waktu, menghargai dalam berbagai maknanya. Selamat membaca, semoga bisa jadi renungan yang asyik buat apa yang kalian sebut dengan Tahun Baru. Selamat bagi yang merayakan ya !