Lebaran sudah tiba !! Yaaa, waktunya membantai opor, gule, ketupat, dan lain lain ! Juga waktunya membombardir perut dengan berbagai macam makanan yang tidak sehat..
Lebaran sudah tiba !! Yaaa, waktunya berkumpul dengan sanak family dan handai taulan yang lama tidak bertemu ! Juga waktunya berziarah ke makam yang sudah mendahului kita..
Lebaran sudah tiba !! Yaaa, waktunya mengumpulkan THR dari berbagai macam sumber ! Tempat kerja, saudara, atau siapapun..
Lebaran sudah tiba !! Yaaa, bisa Solat Ied, dan diharamkan untuk shaum..
Lebaran sudah tiba !! Yaaa.. apalagi yaa ? Hemm, yaaa, melihat beberapa kalimat diatas, bisa disimpulkan, kalau lebaran itu memang memiliki banyak makna.. Ada yang menjadikannya ajang berkumpul dengan saudara (saya yakin, ini yang paling banyak), ada yang ngumpulin THR (yang oportunis mana suaranya ?), ada yang PESTA makanan (nah ini nih yang bahaya), ada juga yang pameran baju baru (rada songong nih, ati2 yak), ada juga yang memulai lembaran ibadah dan dosa baru dengan khidmat..
Hemm, kalo ditanya saya masuk yang mana, mungkin saya masuk yang kumpul keluarga dan pesta makanan, walaupun sebenarnya saya tidak menganggap hal tersebut sangat istimewa.. kenapa ? Karena sebagian besar keluarga saya tinggal di Bandung dan Jakarta, jadi dalam setahun, tidak usah ketika lebaran pun kita sering ketemu, jadi yaa, kalau dibilang kangen banget, ya nggak juga.. Terus masalah makanan, bibi yang suka masak di rumah sering kok masak masakan lebaran.. cuma mungkin ketupatnya aja diganti sama lontong, kalo masalah sambel goreng sama opor, yaah, sebulan dua kali lah..
Ada cara lain memaknai lebaran ? hemm.. Mungkin saya akan mencoba memaknainya dengan mengkritik.. ah nggak, mengomentari kali ya ? karena kayaknya terlalu keren kalau disebut kritik, kultur-kultur lebaran yang ada di Indonesia..
Hemm, yang pertama mudik. Mudik memang sebuah kegiatan yang sangat menghabiskan tenaga dan biaya. Gak usah ditanya deh, trip biasa dari Bandung ke Semarang aja udah berapa coba ? Ini mah pas mudik, pasti lebih mahal dan ribet karena macet. Sebenernya, tradisi mudik ini awalnya gimana saya juga belum tahu, belum pernah baca. Tegur saya jika salah, tetapi, setahu saya, yang membuat lebaran atau idul fitri berbeda dengan hari lainnya dalam islam adalah, ketika idul fitri, kita dilarang shaum, apapun alasannya dan kita diwajibkan bayar zakat fitrah, gak ada tuh kewajiban untuk saling memaafkan, atau saling mempererat silaturahmi/silaturahim (sok lah, diperdebatkan, saya mah gak ikutan, toh saya berbicara yang penting maknanya kan ?). Intinya sih, kita diwajibkan untuk Zakat Fitrah dan disunahkan untuk Solat Ied juga wajib tidak berpuasa pada hari lebaran.
Nah, lalu dari mana muncul kultur2 saling maafan, baju baru, dan sebagainya ? Hemm, ini cuma analisa sederhana aja berdasarkan logika saya. Mungkin kultur ini dimulai dari salah satu kewajiban orang Islam yang ada di penghujung bulan ramadhan selain Shaum: Zakat Fitrah. Zakat Fitrah berarti Zakat yang mensucikan orang-orang yang Shaum Ramadhan (lihat di wikipedia). Nah, dari tujuan Zakat Fitrah ini, muncullah pemaknaan bahwa orang-orang yang melakukan Shaum Ramadhan kembali suci seperti bayi. Supaya lebih afdal, karena dosa kepada Allah insya Allah sudah dihapus, maka inilah ‘saat yang tepat’ untuk menghapus dosa sesama manusia. Caranya ? ya bermaaf-maafan.. Nah, jujur aja, hati kecil saya sering bertanya, bukannya kalau maaf-maafan itu mestinya sesering mungkin yah ? Bahkan kalau ada yang sedang berantem, kalau tidak saling memaafkan dalam 3 hari, dosanya besar.. Well, intinya, minta maaf gak mesti nunggu lebaran. Tapi, kalau dilihat dari sisi lain, mungkin maaf-maafan saat lebaran itu membuat Zakat Fitrah kita lebih afdal 🙂
Lalu mudik. Mudik juga sepertinya berhubungan dengan tradisi maaf-maafan tadi. Kalau dipikir-pikir, memang dosa yang paling sering kita perbuat adalah dosa kepada orang tua. Itu juga dosa yang paling besar dalam konteks hubungan sesama manusia. Lalu kenapa mudik ? Mungkin ini karena orang tua banyak yang tinggal di desa, sedangkan sang anak tinggal dan mencari nafkah di kota. Nah, tradisi maaf-maafan tadi, kayaknya gak afdal kalau gak berjabat tangan, sungkem, dan semacamnya. Ini kembalil kepada ke-afdal-an, karena pada dasarnya, saya percaya kalau segala sesuatu itu gimana niatnya, jadi walaupun kita cuma maaf-maafan lewat SMS, tapi kalau memang benar-benar diniatkan, pasti kita benar-benar meminta maaf dan dimaafkan 🙂
Banyak yang berpendapat kalau mudik itu bikin ribet. Hemm, tapi mari kita coba lihat dari sisi lain lagi. Sisi positifnya mudik, ya tentunya berkumpul dengan keluarga besar, mempererat tali silaturahmi/silaturahim lagi. Gak aneh loh sekarang sesama sepupu udah gak kenal, karena jujur aja, hidup makin individualis. Jangankan teman, saudara pun seringkali dilupakan. Mungkin dengan mudik dan kumpul-kumpul ini lah sesama saudara bisa saling ‘kenalan’ lagi, walaupn yaa 1-2 minggu setelah lebaran ya lupa lagi.. hehe..
Sekarang ke kultur baju baru. Kebanyakan orang pas lebaran, solat Ied di mesjid, selalu menggunakan baju koko baru. Ini juga kembali ke pemaknaan fitrah, kembali suci, di mana baju pun harus ikut ‘suci’. Hemm, padahal sih kalo menurut saya, suci itu yaa bebas dari najis, cukup itu aja, sama at least gak bolong lah, layak pakai. Ada juga yang bilang, kayaknya gak afdal kalo Solat Ied gak pake baju koko. Banyak yang bilang baju koko itu baju taqwa. Padahal gak gitu, baju koko itu modelnya, karena mirip baju Cina, jadi dibilang baju koko, bajunya koko-koko gituh. Kalo masalah baju taqwa, pakai baju bola pun bisa disebut baju taqwa kalau dipakai ke masjid buat Solat. Kalo misalnya baju koko dipake buat mabok di pinggir jalan, apa masih pantas  disebut baju taqwa ? 🙂
Mari kita lihat dua persepsi berbeda tentang baju baru ketika lebaran. Yang pertama, yang bilang baju baru itu cuma buat foya-foya, yang penting sih hatinya yang baru katanya. Yaaa, mungkin saya termasuk yang pertama ini, karena kembali ke pemaknaan tentang baju taqwa tadi. Tapi, ada satu persepsi lagi yang menarik. Ini saya temukan melalui kicauan teman saya, @rayhan_sudrajat. Dia bilang, ketemu atasan, ketemu dosen, ketemu profesor, baju harus super rapih, masa ketemu Tuhan nggak ? JEDERRR… Ini ada benarnya juga. Tapi, untuk mengambil jalan tengahnya, karena tidak semua orang bisa beli baju baru ketika lebaran, maka ketika solat ied, sebaiknya pakai baju terbaik saja.. Baju terbaik tidak harus selalu baru kan ? Tetapi sopan pastinya 🙂
Lalu masalah THR.. Kalau masalah THR sih, kalau saya baca di wiki, itu memang sudah budaya, tapi gak diberi penjelasan lebih jelas. Tapi analisa saya sendiri, THR itu pada awalnya diberikan oleh perusahaan untuk pegawainya kan ? Tunjangan Hari Raya, untuk menunjang hari raya, karena pas hari raya, banyak pengeluaran. Makanan, baju, mudik, dll. Wah.. jadi nyambung yah ? Terus, kenapa ngasih ke anak kecil ? Mungkin itu untuk berbagi kebahagiaan saja, tapi yaa, pada akhirnya semua yang masih berstatus ‘anak’ dalam keluarga, dan terutama yang masih sekolah, kebagian THR juga.. namanya anak muda, siapa yang gak seneng kalau dikasih uang jajan ? 🙂
Lalu yang terakhir, tentang foodfest ! Kalau ini, menurut saya ngikut ke tradisi kumpul-kumpul aja. Kenapa makanannya kupat, gule, opor dll ? yaa mungkin ini dari segi ‘praktis’ saja. Karena makan ketupat dll secara prasmanan kayaknya lebih gampang daripada harus menghidangkan satu persatu ala table manner ketika kumpul keluarga besar kan ?
Waah, nampaknya cukup panjang ocehan saya tentang pemaknaan lebaran.. well, semoga bisa jadi bahan bacaan yang asik untuk teman-teman kembali memaknai lebaran lagi.. Saya berharap teman-teman happy dalam menjalankan lebaran kali ini..
akhir kata, saya, Bima Prawira Utama, sebagai satu2nya pengurus blog ini, mengucapkan selamat lebaran untuk kawan-kawan pembaca, mohon maaf apabila banyak tulisan saya yang aneh, SARA, gak tepat sasaran, tata kata berantakan, ah pokoknya mah semua kesalahan lah, mohon dimaafkan yah, namanya juga penulis amatir, dan mumpung masih masa lebaran juga, hehehe 😀