Penjara Kaca

Aku menyebutnya Penjara Kaca
Aku tak bisa bilang ia ada di mana
Aku cuma mau kamu percaya
Jika dia memang benar ada

Ketika sepi tiba menyapa,
Di situ aku mengunci pintunya
Aku duduk di tengahnya
Ruang kosong tak ada apa-apa
Bisa kamu lihat dari luar, hampa

Di luarnya ada satu pintu
Tempat keluar masuk dari situ
Ada satu lubang kunci, di sebelah kiri
Masukan kunci, putar ke kiri
Maka pintunya akan terbuka

Di dalamnya, hanya ada kekosongan menyapa
Seperti sudah aku bilang, hampa

Mungkin hanya orang sepertiku yang bisa tinggal di dalamnya ?
Entahlah.

Jika sudah berada di dalam, aku diam
Di tengah malam, di dalam diam, menatap alam

Bintang.
Karena penjara dari kaca, begitu juga atapnya
Dari atapnya aku bisa melihat bintang
Di tengah langit hitam, ia benderang
Sungguh tak bosan aku menatapnya

Setiap bulan berganti, tiga kali aku ke sini
Diam menyepi, tanpa perlu ada yang peduli
Penjara Kaca ini tidak membiarkan suara lari
Juga tidak membiarkan suara mendatangi
Sunyi, sepi.

Aku suka sunyi, dalam sunyi aku menemukan diri
Tak perlu ada yang bilang apa,
Tak perlu berlaku seperti apa,
Tak perlu ikut kata siapa,
Aku hanya menjadi aku
Aku yang hanya aku yang tahu.

Tapi suatu hari, kamu datang mengetuk
Tok.. Tok.. Tok.. Begitu suaranya diketuk
Aku berteriak mengutuk
Berisik ! Aku sedang mengantuk !

Padahal aku sudah pekak berteriak
Kamu tetap mengetuk, tak pernah muak
Aku lupa, suara tidak akan lari dari Penjara Kaca
Aku berdiri, menuju pintu, membukanya

Kamu berdiri di situ, diam membisu
Tersenyum, lalu menarikku ke luar
Bintang terlihat lebih indah tanpa sekat kaca itu
Aku baru tahu juga, ternyata nyala bintang bisa berkobar
Indah.

Setelah bersamamu,
saat aku akan kembali ke Penjara Kaca
Baru kemudian aku tahu,
Kamu mengetuknya terlalu keras
Penjara Kaca itu pecah
Hati-hati, jangan sampai pecahannya terinjak
Bisa-bisa kakimu luka, dan mulutmu berteriak
Berdarah hingga parah, seperti burung yang sayapnya patah
Oh bukan, itu bukan kamu, itu aku.

Leave a comment